Jumat, 12 September 2014

mengkhawatirkan pengunduran diri Ahok membuat sejumlah pimpinan daerah lain melakukan langkah yang sama

Mengkhawatirkan pengunduran diri Ahok membuat sejumlah pimpinan daerah lain melakukan langkah yang sama

Pengunduran diri Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa disapa Ahok, sebagai kader Partai Gerindra merupakan realitas politik yang menarik untuk disimak.
Sikap Ahok yang konsisten mendukung pemilukada langsung yang dipandang lebih demokratis dibanding dengan pandangan partainya, dianggap menjadi faktor utama pengunduran diri Ahok. Konflik Ahok dengan Gerindra tidak bisa dihindarkan.
Lantas pertanyaannya, apakah beda pandangan mengenai pemilukada antara Ahok dan Gerindra menjadi faktor utama pengunduran diri wagub DKI Jakarta sebagai kader Partai Gerindra?
Pengunduran diri dalam keanggotaan partai politik pada dasarnya merupakan sesuatu yang normal. Setiap partai politik dalam AD/ART-nya pasti mengatur mekanisme pengunduran diri seseorang dari keanggotaan organisasinya.
Dengan kata lain, pengunduran diri seseorang dari partai politik merupakan hak yang sah. Atas dasar ini, sikap Ahok mundur dari partai yang telah mengusungnya menjadi wagub DKI Jakarta adalah hak politik yang bersangkutan.
Namun, dalam peristiwa yang tengah berkembang antara Ahok dan Gerindra, terlalu sederhana tampaknya jika Ahok menjadikan isu perbedaan sikap dalam isu pemilukada sebagai alasan utama pengunduran dirinya.
Bisa jadi hal ini hanya merupakan faktor pemicu bukan faktor utama. Dalam hal perbedaan pandangan antara kepala daerah dan partainya, sepertinya bukan hanya terjadi pada kasus Ahok. Kita juga bisa melihat bupati/wali kota lain yang memiliki perbedaan pendapat dengan partainya mengenai isu pemilukada ini.
Sebut saja Ridwan Kamil yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra serta Bima Arya Sugiarto yang diusung oleh Partai Amanat Nasional (PAN). Keduanya juga mendukung pemilukada secara langsung dan memiliki sikap yang berbeda dengan pandangan partainya.
Atau jika lebih luas lagi untuk bisa melihat singgungan pendapat antara kepala daerah dan partainya, kita bisa melihat hubungan Trismaharini dengan PDIP di Surabaya.
Sehingga, perbedaan pendapat dalam satu partai merupakan isu yang biasa, dan berlebihan nampaknya jika ini bisa menjadi faktor utama pengunduran diri Ahok dari Gerindra. Masih cukup banyak faktor yang bisa turut menjelaskan pengunduran diri Ahok di luar isu perbedaan pandangan tersebut.
Seperti faktor komunikasi politik Ahok yang sangat unik, atau bahkan ada motivasi politik lain yang muncul seiring dengan perkembangan dinamika politik nasional.

Ahok dan tuntutan mundur dari jabatan wakil Gubernur

Untuk itu, Ahok menolak keinginan Partai Gerindra yang memintanya mundur. Sebab, selain tak tercantum dalam undang-undang, Ahok berpendapat, partai anggota koalisi beranggapan dapat membagi jatah kuota kepala daerah secara proporsional. Padahal, Ahok menuturkan, faktor utama mantan Bupati Belitung Timur itu terjun ke dunia politik lantaran meyakini rakyat tak lagi percaya pada 'politik bagi-bagi'.
Selain itu, Ahok mengibaratkan pemilihan kepala daerah oleh DPRD serupa dengan pembelian melalui calo. Ahok memastikan tak akan bergabung dengan partai politik manapun jika RUU Pilkada tersebut disahkan. Menurut Ahok, pemilihan tersebut membuat kepala daerah bertanggung jawab kepada dewan ketimbang kepada rakyat. "Kepala daerah bisa diperas habis, itu berlawanan dengan nurani saya," ujar Ahok.