Senin, 10 Maret 2014

Geliat Restorasi Partai Nasdem

Ulasan tentang partai ini diterbitkan Kompas, 13 Januari 2014. Selamat memilih. 


Meskipun Pemilihan Umum 2014 merupakan ajang kontestasi politik nasional pertama bagi Partai Nasdem, kiprahnya telah mencuri perhatian publik. Perolehan suara Partai Nasdem diprediksi bisa mengungguli partai papan tengah lain yang telah berkiprah jauh lebih dahulu.
Sebagai partai baru, Nasdem yang dideklarasikan pada 1 Februari 2011 cukup menjadi magnet bagi publik. Proporsi pemilih yang diperkirakan akan mencoblos Nasdem terus meningkat. Hasil survei setahun lalu menunjukkan elektabilitas Partai Nasdem masih di bawah 4 persen. Namun, survei Desember 2013, angkanya meningkat hingga 6,9 persen.
Proporsi itu mengungguli partai papan tengah lain yang beberapa kali mengikuti pemilu. Nasdem menjadi partai nasionalis di jajaran tengah yang perolehan suaranya akan melampaui partai-partai berbasis agama. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, pada Pemilu 2009 menduduki posisi empat besar nasional dalam jumlah suara dan unggul sebagai parpol papan tengah. Namun, hasil survei ini memperkirakan perolehan suara Nasdem akan mengungguli PKS. Demikian pula halnya dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dua faktor yang diduga cukup memengaruhi peningkatan suara Partai Nasdem adalah penetrasi media massa dan sosok Surya Paloh. Kedua faktor itu saling berkelindan. Kepemilikan salah satu stasiun televisi dan surat kabar nasional oleh Surya Paloh sangat menentukan penyebaran informasi yang cepat kepada publik tentang Nasdem. Hasil survei mengungkapkan, di antara partai politik papan tengah, pemberitaan tentang Nasdem di media massa termasuk yang paling sering diikuti responden.
Faktor kedua adalah popularitas Surya Paloh, sang pendiri. Tiga perempat responden menyatakan mengenal Surya Paloh yang pernah menjadi kader Golkar dan politisi Senayan. Enam dari sepuluh responden bahkan tak hanya mengenal, tetapi juga mengakui kualitas kepemimpinan Surya Paloh.
Dinamika internal
Mengusung gagasan Restorasi Indonesia, embrio pembentukan Partai Nasdem disemai melalui pendirian ormas bernama sama pada 1 Februari 2010. Tak kurang dari Sultan Hamengkubuwono X, Siswono Yudo Husodo, dan Syamsul Maarif tercatat pernah bergabung di ormas Nasdem. Ormas ini berhasil menarik perhatian kalangan muda, para aktivis mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat yang menginginkan perubahan.
Dalam waktu tak terlalu lama, ormas Nasdem memiliki kaki di daerah-daerah. Tepat setahun setelah pendirian ormas Nasdem, partai politik Nasdem dideklarasikan di Jakarta. Meski sebagian anggota ormas keluar dari keanggotaan, belasan anggota baru, baik yang berasal dari partai politik lain maupun nonparpol, masuk Nasdem.
Sebaliknya, partai baru ini pun mencatat dinamika internal partai ketika sejumlah anggota keluar dari Nasdem dan pindah ke partai lain. Perpindahan yang paling menyita perhatian publik adalah keluarnya Hary Tanoesoedibjo yang kemudian bergabung dengan Partai Hanura. Peristiwa ini disebut Willy Aditya, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, ”Cukup memengaruhi sumber dana Nasdem.” Namun, geliat Nasdem bergeming. Saat verifikasi parpol peserta Pemilu 2014, Nasdem menjadi satu-satunya parpol baru yang lolos verifikasi administrasi oleh KPU.
Salah satu peluang yang dimiliki partai ini untuk merebut suara pada Pemilu 2014 adalah sebagai partai baru, kader-kadernya relatif belum terjamah kasus korupsi karena belum ikut serta dalam pemerintahan. Hal ini di satu sisi bisa memudahkan Nasdem meningkatkan popularitas dan elektabilitas. Di sisi lain, sebagai partai baru, mesin politik belum teruji meskipun Nasdem ditopang struktur organisasi yang lengkap di 33 provinsi dan enam organisasi sayap partai.
Andalan utama Nasdem adalah pengalaman para kadernya yang pernah ditempa di parpol lain, terutama Golkar. Seperti halnya Partai Demokrat, Gerindra, Hanura, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Nasdem didirikan para mantan kader Golkar. Nasdem merupakan partai baru yang termasuk mutakhir dalam berpolitik dibandingkan dengan partai pecahan Golkar lainnya. Pemilu 2014, selain merupakan momen kontestasi politik pertama Nasdem, juga akan menjadi ajang pembuktian ketangguhan partai pecahan untuk merebut suara.
Perubahan
Gerakan perubahan menjadi kata kunci Nasdem yang ditawarkan kepada publik. Perubahan sebagai respons atas krisis multidimensi yang sedang melingkupi negeri ini. Untuk mewujudkan ide itu, Willy Aditya menyatakan, ”Nasdem menargetkan kalangan menengah perkotaan yang terdidik sebagai pemilih. Karena merekalah yang paling responsif terhadap perubahan.”
Terkait siapa pemilih Nasdem, hasil survei menunjukkan prediksi beragam. Berdasarkan data psikografis hasil survei, partai ini terutama menarik perhatian pemilih laki-laki yang berada pada rentang usia paling produktif, 31-50 tahun. Berbeda dengan target pemilih yang diinginkan Nasdem, hasil survei menunjukkan partai ini terutama akan dipilih mereka yang sebagian besar berdomisili di pedesaan Jawa dengan asal-usul etnis non-Jawa. Kali ini sumbangan pemilihnya dari seputaran wilayah Jawa lebih menonjol ketimbang dari luar Jawa.
Walaupun demikian, para pemilih tersebut tak terlalu asing dengan ide perubahan. Menilik cara pandang pemilih, kecenderungan pemilih Nasdem adalah mereka yang memiliki idealisasi pada pemimpin demokratis. Mereka gandrung pada pemimpin yang mengedepankan penegakan hukum tanpa tebang pilih. Mereka tertarik pada pemimpin yang mau terjun langsung meninjau kondisi rakyat dan tak alergi pada kritik.
Para pemilih ini juga memiliki pendirian cukup loyal (55,9 persen). Dengan komposisi pemilih demikian dan status partai baru yang bertumpu pada sosok Surya Paloh, restorasi Nasdem berpeluang terus menggeliat dan memberi warna pada ajang kontestasi 2014. (BI PURWANTARI/LITBANG KOMPAS)