Ulasan tentang partai ini diterbitkan Kompas, 13 Januari 2014. Selamat memilih.
Meskipun Pemilihan Umum 2014 merupakan ajang kontestasi politik
nasional pertama bagi Partai Nasdem, kiprahnya telah mencuri perhatian
publik. Perolehan suara Partai Nasdem diprediksi bisa mengungguli partai
papan tengah lain yang telah berkiprah jauh lebih dahulu.
Sebagai partai baru, Nasdem yang dideklarasikan pada 1 Februari 2011
cukup menjadi magnet bagi publik. Proporsi pemilih yang diperkirakan
akan mencoblos Nasdem terus meningkat. Hasil survei setahun lalu
menunjukkan elektabilitas Partai Nasdem masih di bawah 4 persen. Namun,
survei Desember 2013, angkanya meningkat hingga 6,9 persen.
Proporsi itu mengungguli partai papan tengah lain yang beberapa kali
mengikuti pemilu. Nasdem menjadi partai nasionalis di jajaran tengah
yang perolehan suaranya akan melampaui partai-partai berbasis agama.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, pada Pemilu 2009 menduduki
posisi empat besar nasional dalam jumlah suara dan unggul sebagai parpol
papan tengah. Namun, hasil survei ini memperkirakan perolehan suara
Nasdem akan mengungguli PKS. Demikian pula halnya dengan Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dua faktor yang diduga cukup memengaruhi peningkatan suara Partai
Nasdem adalah penetrasi media massa dan sosok Surya Paloh. Kedua faktor
itu saling berkelindan. Kepemilikan salah satu stasiun televisi dan
surat kabar nasional oleh Surya Paloh sangat menentukan penyebaran
informasi yang cepat kepada publik tentang Nasdem. Hasil survei
mengungkapkan, di antara partai politik papan tengah, pemberitaan
tentang Nasdem di media massa termasuk yang paling sering diikuti
responden.
Faktor kedua adalah popularitas Surya Paloh, sang pendiri. Tiga
perempat responden menyatakan mengenal Surya Paloh yang pernah menjadi
kader Golkar dan politisi Senayan. Enam dari sepuluh responden bahkan
tak hanya mengenal, tetapi juga mengakui kualitas kepemimpinan Surya
Paloh.
Dinamika internal
Mengusung gagasan Restorasi Indonesia, embrio pembentukan Partai
Nasdem disemai melalui pendirian ormas bernama sama pada 1 Februari
2010. Tak kurang dari Sultan Hamengkubuwono X, Siswono Yudo Husodo, dan
Syamsul Maarif tercatat pernah bergabung di ormas Nasdem. Ormas ini
berhasil menarik perhatian kalangan muda, para aktivis mahasiswa dan
lembaga swadaya masyarakat yang menginginkan perubahan.
Dalam waktu tak terlalu lama, ormas Nasdem memiliki kaki di
daerah-daerah. Tepat setahun setelah pendirian ormas Nasdem, partai
politik Nasdem dideklarasikan di Jakarta. Meski sebagian anggota ormas
keluar dari keanggotaan, belasan anggota baru, baik yang berasal dari
partai politik lain maupun nonparpol, masuk Nasdem.
Sebaliknya, partai baru ini pun mencatat dinamika internal partai
ketika sejumlah anggota keluar dari Nasdem dan pindah ke partai lain.
Perpindahan yang paling menyita perhatian publik adalah keluarnya Hary
Tanoesoedibjo yang kemudian bergabung dengan Partai Hanura. Peristiwa
ini disebut Willy Aditya, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem,
”Cukup memengaruhi sumber dana Nasdem.” Namun, geliat Nasdem bergeming.
Saat verifikasi parpol peserta Pemilu 2014, Nasdem menjadi satu-satunya
parpol baru yang lolos verifikasi administrasi oleh KPU.
Salah satu peluang yang dimiliki partai ini untuk merebut suara pada
Pemilu 2014 adalah sebagai partai baru, kader-kadernya relatif belum
terjamah kasus korupsi karena belum ikut serta dalam pemerintahan. Hal
ini di satu sisi bisa memudahkan Nasdem meningkatkan popularitas dan
elektabilitas. Di sisi lain, sebagai partai baru, mesin politik belum
teruji meskipun Nasdem ditopang struktur organisasi yang lengkap di 33
provinsi dan enam organisasi sayap partai.
Andalan utama Nasdem adalah pengalaman para kadernya yang pernah
ditempa di parpol lain, terutama Golkar. Seperti halnya Partai Demokrat,
Gerindra, Hanura, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI),
Partai Nasdem didirikan para mantan kader Golkar. Nasdem merupakan
partai baru yang termasuk mutakhir dalam berpolitik dibandingkan dengan
partai pecahan Golkar lainnya. Pemilu 2014, selain merupakan momen
kontestasi politik pertama Nasdem, juga akan menjadi ajang pembuktian
ketangguhan partai pecahan untuk merebut suara.
Perubahan
Gerakan perubahan menjadi kata kunci Nasdem yang ditawarkan kepada
publik. Perubahan sebagai respons atas krisis multidimensi yang sedang
melingkupi negeri ini. Untuk mewujudkan ide itu, Willy Aditya
menyatakan, ”Nasdem menargetkan kalangan menengah perkotaan yang
terdidik sebagai pemilih. Karena merekalah yang paling responsif
terhadap perubahan.”
Terkait siapa pemilih Nasdem, hasil survei menunjukkan prediksi
beragam. Berdasarkan data psikografis hasil survei, partai ini terutama
menarik perhatian pemilih laki-laki yang berada pada rentang usia paling
produktif, 31-50 tahun. Berbeda dengan target pemilih yang diinginkan
Nasdem, hasil survei menunjukkan partai ini terutama akan dipilih mereka
yang sebagian besar berdomisili di pedesaan Jawa dengan asal-usul etnis
non-Jawa. Kali ini sumbangan pemilihnya dari seputaran wilayah Jawa
lebih menonjol ketimbang dari luar Jawa.
Walaupun demikian, para pemilih tersebut tak terlalu asing dengan ide
perubahan. Menilik cara pandang pemilih, kecenderungan pemilih Nasdem
adalah mereka yang memiliki idealisasi pada pemimpin demokratis. Mereka
gandrung pada pemimpin yang mengedepankan penegakan hukum tanpa tebang
pilih. Mereka tertarik pada pemimpin yang mau terjun langsung meninjau
kondisi rakyat dan tak alergi pada kritik.
Para pemilih ini juga memiliki pendirian cukup loyal (55,9 persen).
Dengan komposisi pemilih demikian dan status partai baru yang bertumpu
pada sosok Surya Paloh, restorasi Nasdem berpeluang terus menggeliat dan
memberi warna pada ajang kontestasi 2014. (BI PURWANTARI/LITBANG KOMPAS)