Kini muncul perdebatan baru
dengan kebijakan pemerintah
mengeluarkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) terhadap cabai,
bawang bombai, bawang merah, dan kentang. Pada komoditas cabai, yang pada
semester I dikatakan tidak ada masalah, di semester II keran impor dibuka
hingga 10 ribu ton.
Selain itu, pasar dalam negeri akan digelontor buah impor. Pada semester II 2013, RIPH buah-buahan dikeluarkan untuk lemon, limau, anggur melon, apel, durian, lengkeng, jeruk mandarin, pisang, dan pepaya.
Padahal jika melihat komoditas pisang dan pepaya yang masuk RIPH, kebijakan tersebut terasa aneh. Karena kedua buah tersebut di negeri kita memiliki masa panen sepanjang tahun. Bisa disaksikan komoditas pisang dan pepaya selalu ada di kios-kios buah.
Jika kebijakan tersebut benar, itu pertanda pemerintah belum menjadikan petani sebagai mitra sejati. Kelompok yang semestinya menjadi bahan bakar bagi mesin bangsa dibiarkan berjalan sendiri, termasuk bergelut sendiri dengan permasalahan mereka.
Sudah saatnya pemerintah menunjukkan ketegasan untuk melindungi sekaligus meningkatkan produksi komoditas lokal. Caranya tutup rapat-rapat keran impor untuk komoditas yang bisa disediakan petani dalam negeri sembari memperkuat daya tawar mereka.
Jangan sampai kebijakan pemerintah hanya mematikan petani sendiri. Anak bangsa ini harus bersykur dan memanfatkan tanah kita yang dikatakan tanah surga sebaliknya lambat laun bisa menjadi neraka yang mematikan, kurang lebih seperti itu ulasan editorial pagi tadi. (RH)
Selain itu, pasar dalam negeri akan digelontor buah impor. Pada semester II 2013, RIPH buah-buahan dikeluarkan untuk lemon, limau, anggur melon, apel, durian, lengkeng, jeruk mandarin, pisang, dan pepaya.
Padahal jika melihat komoditas pisang dan pepaya yang masuk RIPH, kebijakan tersebut terasa aneh. Karena kedua buah tersebut di negeri kita memiliki masa panen sepanjang tahun. Bisa disaksikan komoditas pisang dan pepaya selalu ada di kios-kios buah.
Jika kebijakan tersebut benar, itu pertanda pemerintah belum menjadikan petani sebagai mitra sejati. Kelompok yang semestinya menjadi bahan bakar bagi mesin bangsa dibiarkan berjalan sendiri, termasuk bergelut sendiri dengan permasalahan mereka.
Sudah saatnya pemerintah menunjukkan ketegasan untuk melindungi sekaligus meningkatkan produksi komoditas lokal. Caranya tutup rapat-rapat keran impor untuk komoditas yang bisa disediakan petani dalam negeri sembari memperkuat daya tawar mereka.
Jangan sampai kebijakan pemerintah hanya mematikan petani sendiri. Anak bangsa ini harus bersykur dan memanfatkan tanah kita yang dikatakan tanah surga sebaliknya lambat laun bisa menjadi neraka yang mematikan, kurang lebih seperti itu ulasan editorial pagi tadi. (RH)