Dari sekian masalah yang dihadapi masyarakat modern saat ini
diantaranya yang paling pelik adalah lemahnya tekad dan keinginan. Kita sering
mendengar ucapan-ucapan seperti: "Saya tahu bahwa akhlak saya kurang baik,
namun saya tidak berdaya untuk mengubahnya. ” Atau, "Saya tahu shalat awal
waktu itu jauh lebih utama, namun saya tidak bisa juga melaksanakannya."
Dan ucapan-ucapan serupa lainnya yang menunjukkan betapa kita tidak berdaya dan
lemah keinginan untuk menjalankan hal-hal yang kita sadari sendiri itu jauh
lebih baik.
Bulan Ramadhan adalah bulan untuk memperkuat tekad dan
keinginan yang lemah itu. Ibarat base camp Ramadhan mentraining dan
menggembleng jiwa kita untuk lebih mudah dan terbiasa melakukan amalan ibadah.
Pikirkan, bagaimana bisa selama bulan Ramadhan kita bisa terbangun lebih cepat
untuk sahur namun di bulan lain untuk bangun shalat subuh tepat waktu kita
mengatakan tidak bisa?. Kalau anda mengatakan tidak bisa untuk tidak merokok
sejam saja, lantas mengapa di bulan Ramadhan anda bisa menahan diri sampai
12-13 jam tidak menyentuh rokok sama sekali?. Kalau kita menyatakan sulit untuk
shalat berjama'ah, lantas mengapa di malam Ramadhan kita bahkan bisa dengan
rutin shalat taraweh berjama'ah?. Kalau dikatakan sulit untuk tidak makan
makanan yang haram, lantas mengapa di siang hari bulan Ramadhan yang halal saja
kita mampu menahan diri untuk tidak menyantapnya?. Kalau menyatakan diri tidak
bisa betah mendengarkan ceramah agama, mengapa malah di bulan Ramadhan kita
bisa duduk manis sampai sejam mendengarkan ceramah sang ustad? Kalau kita
menyebut diri sangat sibuk sehingga tak sempat untuk bertadarrus, mengapa di
bulan Ramadhan selalu saja kita bisa mencuri waktu untuk mengaji barang
sejenak?. Kalau kita mengaku belum siap mengenakan busana sesuai syariat
mengapa malah di bulan Ramadhan kita dengan bangga mengenakannya?. Kalau selama
30 hari di siang hari Ramadhan kita bisa meninggalkan hal-hal yang hakekatnya
halal sekalipun, lantas apa alasan kita tidak bisa menjauhi yang haram setelah
bulan Ramadhan?. Kalau di bulan Ramadhan hati kita mudah untuk simpatik dan
tersentuh dengan penderitaan dhuafa, lantas apa yang membuat kita begitu saja
egois dan enggan berbagi begitu Ramadhan usai?. Selama bulan Ramadhan kita
begitu gigih dan seringkali menang atas godaan nafsu lalu mengapa setelah
Ramadhan kita pasrah dan menyerah begitu saja dipermainkan nafsu dan
syahwat?.
Bulan Ramadhan adalah kesempatan emas bagi kita memperkuat
tekad, mempertebal keinginan untuk menjadi insan yang bertaqwa dan mementahkan
alasan-alasan kelemahan, kemalasan dan ketidak sanggupan kita melakukannya.
Toh, ternyata Ramadhan menunjukkan dan memberi bukti kita bisa melakukan semua
pribadatan itu. Mengapa pasca Ramadhan kita tiba-tiba menyatakan tidak bisa dan
tidak mampu padahal kita hanya sekedar melanjutkan apa yang telah kita rintis
di bulan Ramadhan?. Sangat naïf, jika kita telah berpayah-payah selama sebulan
melakukan semua amalan yang mendekatkan kita kepada Tuhan, lantas setelahnya
kita sendiri yang menghancurkannya. Ibarat sekumpulan itik yang berjam-jam
mandi dan membersihkan diri di telaga namun setelah itu kembali lagi ke lumpur.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa, Semoga Amal Ibadah Kita di Terima oleh Allah S.W.T