Selasa, 16 Juli 2013

Ramadhan Momen Memperkuat Tekad

Ramadhan adalah momentum paling krusial untuk memulai segalanya dengan baik mengingat banyaknya fadhilah dan keutamaan-keutamaan yang terkandung di dalamnya. Lewat Ramadhan kita bisa memperkuat tekad dan keinginan untuk menjadi insan-insan yang bertaqwa. 
Dari sekian masalah yang dihadapi masyarakat modern saat ini diantaranya yang paling pelik adalah lemahnya tekad dan keinginan. Kita sering mendengar ucapan-ucapan seperti: "Saya tahu bahwa akhlak saya kurang baik, namun saya tidak berdaya untuk mengubahnya. ” Atau, "Saya tahu shalat awal waktu itu jauh lebih utama, namun saya tidak bisa juga melaksanakannya." Dan ucapan-ucapan serupa lainnya yang menunjukkan betapa kita tidak berdaya dan lemah keinginan untuk menjalankan hal-hal yang kita sadari sendiri itu jauh lebih baik.
Bulan Ramadhan adalah bulan untuk memperkuat tekad dan keinginan yang lemah itu. Ibarat base camp Ramadhan mentraining dan menggembleng jiwa kita untuk lebih mudah dan terbiasa melakukan amalan ibadah. Pikirkan, bagaimana bisa selama bulan Ramadhan kita bisa terbangun lebih cepat untuk sahur namun di bulan lain untuk bangun shalat subuh tepat waktu kita mengatakan tidak bisa?. Kalau anda mengatakan tidak bisa untuk tidak merokok sejam saja, lantas mengapa di bulan Ramadhan anda bisa menahan diri sampai 12-13 jam tidak menyentuh rokok sama sekali?. Kalau kita menyatakan sulit untuk shalat berjama'ah, lantas mengapa di malam Ramadhan kita bahkan bisa dengan rutin shalat taraweh berjama'ah?. Kalau dikatakan sulit untuk tidak makan makanan yang haram, lantas mengapa di siang hari bulan Ramadhan yang halal saja kita mampu menahan diri untuk tidak menyantapnya?. Kalau menyatakan diri tidak bisa betah mendengarkan ceramah agama, mengapa malah di bulan Ramadhan kita bisa duduk manis sampai sejam mendengarkan ceramah sang ustad? Kalau kita menyebut diri sangat sibuk sehingga tak sempat untuk bertadarrus, mengapa di bulan Ramadhan selalu saja kita bisa mencuri waktu untuk mengaji barang sejenak?. Kalau kita mengaku belum siap mengenakan busana sesuai syariat mengapa malah di bulan Ramadhan kita dengan bangga mengenakannya?. Kalau selama 30 hari di siang hari Ramadhan kita bisa meninggalkan hal-hal yang hakekatnya halal sekalipun, lantas apa alasan kita tidak bisa menjauhi yang haram setelah bulan Ramadhan?. Kalau di bulan Ramadhan hati kita mudah untuk simpatik dan tersentuh dengan penderitaan dhuafa, lantas apa yang membuat kita begitu saja egois dan enggan berbagi begitu Ramadhan usai?. Selama bulan Ramadhan kita begitu gigih dan seringkali menang atas godaan nafsu lalu mengapa setelah Ramadhan kita pasrah dan menyerah begitu saja dipermainkan nafsu dan syahwat?. 
Bulan Ramadhan adalah kesempatan emas bagi kita memperkuat tekad, mempertebal keinginan untuk menjadi insan yang bertaqwa dan mementahkan alasan-alasan kelemahan, kemalasan dan ketidak sanggupan kita melakukannya. Toh, ternyata Ramadhan menunjukkan dan memberi bukti kita bisa melakukan semua pribadatan itu. Mengapa pasca Ramadhan kita tiba-tiba menyatakan tidak bisa dan tidak mampu padahal kita hanya sekedar melanjutkan apa yang telah kita rintis di bulan Ramadhan?. Sangat naïf, jika kita telah berpayah-payah selama sebulan melakukan semua amalan yang mendekatkan kita kepada Tuhan, lantas setelahnya kita sendiri yang menghancurkannya. Ibarat sekumpulan itik yang berjam-jam mandi dan membersihkan diri di telaga namun setelah itu kembali lagi ke lumpur.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa, Semoga Amal Ibadah Kita di Terima oleh Allah S.W.T